"Yang Mempertahankan nyawa akan kehilangan nyawa" merupakan pernyataan yang kontroversial, atau lebih tepatnya,paradoksal. Pernyataan itu memberi kesan penyimpangan dari yang normal. Secara naluriah,makhluk hidup akan berjuang untuk survival. Karena itu, apa saja, atau siapa saja akan melawan kalau nyawanya terancam. Mereka ingin (sebisanya), terus hidup. Dan mereka yang berjuang keras mempertahankan nyawa, cenderung akan lebih mampu bertahan hidup ketimbang mereka yang daya juangnya lemah.
Namun, kehidupan yang tampak paradoksal ini juga dijalani oleh Tuhan Yesus sendiri. Walaupun Dia berkuasa atas maut, Tuhan rela menyerahkan nyawa-Nya. Walaupun Dia penuh kasih dan tak pernah melakukan kesalahan, Tuhan telah mati disalib seperti layaknya seorang penjahat besar. Tuhan lakukan semua itu demi misi untuk menyelamatkan manusia yang berdosa dan terpisah dari Allah. Dia mati untuk menebus manusia yang berdosa. Kematian dan penderitaan-Nya memberikan hidup baru kepada banyak orang yang percaya kepada-Nya.
Kematian-Nya juga paradoksal. Tiga hari di kubur, Tuhan mampu bangkit. Kematian-Nya sekaligus menjadi jalan bagi kemuliaan-Nya. Setelah menyelesaikan tugas-Nya, Dia dimuliakan Allah Bapa. Dalam kematian-Nya, Dia seperti kalah. Tetapi, kemudian ternyata Dia menang. Kemenangan-Nya mengalahkan maut: "Hai maut,dimanakah sengatmu..."Lewat pernyataan-Nya, Tuhan meminta umat-Nya agar juga berani berkorban untuk melakukan tugas penggilan Tuhan, dan berjuang untuk kesejahteraan sesamanya. Mereka yang tidak hidup untuk dirinya sendiri,tetapi yang melayani Tuhan dan rela berkorban demi nama Tuhan, akan mendapatkan hidup yang kekal. (Pdt.Ratna Indah Widhiastuty)
0 Comments